Konon katanya kecantikan dari sang putri dengan segala kelebihannya ini tersebar keseantero wilayah India dan menjadikan buah bibir pembicaraan diantara hampir semua para pemuda yang mengaguminya waktu itu. Banyak dari para kalangan bangsawan berusaha untuk melamar sang putri dengan mas kawin yang sangat besar dan mewah. Namun semuanya itu tak mampu meluluhkan hati sang putri.
Karena banyak dari para bangsawan yang ditolak oleh sang putri, maka hal ini menjadikan Nuh bin Maryam menjadi bingung karenanya. Tidak mungkin ia memilih satu pelamar diantara para pelamar lain dari kalangan bangsawan tersebut. Karena jika itu ia lakukan, maka secara otomatis akan menyakiti para pelamar yang lainnya.
Dalam kebingungan sang Qadhi, beliau berjalan-jalan keperkebunan anggur miliknya. Perkebunan ini dijaga oleh seorang budak yang jujur dan amanah bernama Mubarak. Sesampainya ia disana, ia memanggil Mubarak, "Wahai Mubarak tolong petikkan aku setangkai buah anggur..." demikian perintahnya dan dijawab oleh Mubarak, "Baik, tuanku..."
Mubarak segera memetikkan setangkai buah anggur dan memberikan kepada tuannya, yang segera dicicipin oleh sang Qadhi. "Wahai Mubarak, buah anggur ini asam sekali, tolong kau petikkan yang lain lagi..." Dengan segera Mubarak memetikkan setangkai buah anggur yang lain dan hasilnya masih sama, yaitu rasanya asam.
Kejadian ini berulang-ulang, hingga sang Qadhi bertanya kepada Mubarak, "Wahai Mubarak, kau ini kan sudah bertahun-tahun menjaga kebun anggur ini, mengapa engkau tidak bisa membedakan antara anggur yang manis dan yang asam?"
Mubarak menjawab, "Wahai tuanku, bukankah selama ini tuanku hanya memerintah hamba untuk menjaga dan merawat kebun anggur ini. Dan kebun anggur ini milik tuan, mana berani hamba memetik dan memakan buah anggur ini. Jadi mohon ma'af kalau hamba tidak bisa membedakan mana buah anggur yang manis dan yang asam tuanku..."
"Subkhaanallaah, tidak mengapa Mubarak, semoga Allah memeliharamu dari sikap amanahmu ini Mubarak..." kata sang Qadhi. "Begini Mubarak, aku saat ini sedang memiliki masalah yang cukup berat, banyak dari pelamar putriku yang datang, semua ditolak oleh putriku, sedangkan kau tahu putriku sudah cukup dewasa dan sudah saatnya untuk menikah, bagaimana pendapatmu?" demikian curhat sang Qadhi.
Mubarak menjawab, "Wahai tuanku, seingat saya ada 4 tradisi dari jaman kejaman yang dijadikan pedoman orang-orang yang hidup dimasanya. Yang pertama dimasa jahiliyah, orang-orangnya lebih mendahulukan kedudukan dan keturunan. Yang kedua, pada masa Yahudi dan Nasrani, mereka lebih mengutamakan ketampanan dan kecantikan. Yang ketiga, dijaman Rasulullah saw, orang-orangnya lebih mengutamakan keshalehan dan ketaqwaan dalam beragama. Dan yang ke empat, dijaman kita sekarang ini tuan, orang-orangnya lebih mengutamakan kedudukan dan harta benda. Silahkan tuanku pilih salah satu kriteria dari 4 ini tuanku..."
Sang Qadhi berpikir sejenak dan berusaha mencerna apa yang disampaikan oleh Mubarak kepadanya. Lalu kemudian ia menepuk pundak Mubarak dan berkata, "Mubarak, aku memilih yang ketiga, yaitu keshalehan dan ketaqwaan dalam beragama. Dan aku pilih engkau untuk menikah dengan putriku..."
Dengan terkejut dan gemetar Mubarak menjawab, "Wahai tuanku, hamba ini hanyalah seorang budak, mana layak hamba bersanding dengan putrimu tuan. Dan apakah putri tuan mau menerima hamba?", sang Qadhi menjawab, "Mubarak aku telah menemukanmu dalam keshalehan dan ketakwaan, maka dari itulah aku memilihmu untuk putriku..."
Wal-hasil akhirnya Mubarak seorang budak penjaga kebun anggur yang shalih dan taqwa itu dinikahkan oleh sang Qadhi dengan putrinya. Buah dari pernikahan Mubarak dan putri sang Qadhi itu lahirlah seorang putra bernama Abdullah bin Mubarak yang merupakan seorang Ulama besar, seorang ahli hadits kenamaan dan ahli zuhud.
Demikianlah cerita inspiratif kita dalam hikmah dari keshalehan dan ketakwaan. Semoga kisah nyata beberapa tahun yang silam ini dapat menginspirasi kita semuanya agar senantiasa termotivasi untuk menjadi orang yang shaleh dan taqwa kepada Allah SWT, aamiin. Terima kasih dan sampai nanti...
0 Response to "Hikmah dari Keshalehan dan Ketaqwaan"
Post a Comment